Ardhi Saja

Senin, 26 Desember 2011

Ini tanggung jawab siapa?

Post views: counter
Tulisan ini saya salin dari blog saya yang lama, mengisahkan pengalaman saya kala itu.

Beberapa hari yang lalu saya sempat kaget dengan apa yang saya lihat dan dengar. Kala itu saya sedang menggendong anak saya, mengajaknya berjalan keliling kampung disuatu wilayah yang bukan kota Bandung maupun Jakarta dan cukup jauh jaraknya dari kedua kota besar itu. Mengapa saya sebut dua kota itu? Nanti akan jelas maksud saya.

Saya, dan juga anak saya yang mungkin belum mengerti apa yang dilihatnya, melihat beberapa anak kecil sedang asik menguasai jalanan kampun sebagai tempat mereka bermain. Karena tidak terlalu paham bahasa mereka, maka butuh waktu untuk berpikir sehingga apa yang mereka ucapkan dapat saya pahami. Sebetulnya tidak ada maksud untuk mengerti apa pembicaraan mereka sebelumnya. Namun ketika terdengar kata “******” (nama hewan) dari seseorang anak laki-laki sebagai makian kepada dua anak perempuan (dengan ukuran tubuh yang lebih tinggi 15cm), saya menjadi kaget. Lalu dengan lebih mendengarkan dan mencermati apa yang sedang terjadi, akhirnya saya paham bahwa kedua pihak, yaitu dua anak perempuan versus (sekitar) 4 anak lelaki sedang saling memaki karena mereka berbeda dalam mengidolakan klub sepakbola indonesia. Yang perempuan mengidolakan persija sedang yang kelompok lainnya mengidolakan persib. Ketika makian sudah semakin intensif, dan adanya gangguan terhadap sepeda tumpangan kedua anak perempuan itu, maka kedua anak perempuan itu mulai melayani dengan mendekati kelompok lelaki itu dan mengajak mereka berduel. Mungkin karena merasa postur tubuh kedua perempuan itu lebih tinggi maka mereka berani untuk mengajak duel. Namun entah apa yang terjadi, sepertinya duel itu tidak sempat terjadi dan kedua perempuan itu mulai menjauh.

Sejenak kemudian saya mulai tersadar bahwa saya sedang membawa sang buah hati dan saya tidak ingin ia melihat dan mendengar hal seperti itu agar tidak ditirunya dikemudian hari. Maka saya tinggalkan keramaian anak2 itu. Saya sebut mereka anak-anak karena saya perkirakan mereka tidak akan berumur lebih dari anak kelas 6 SD. Mungkin mereka berumur sama tuanya dengan anak kelas 4 SD.

Kejadian itu terus terang memang mengagetkan saya karena dilakukan oleh anak-anak kecil yang mungkin belum mengerti tentang apa yang mereka bela itu. Tetapi karena mereka belum mengerti tentang apa yang mereka ributkan itu maka saya sebetulnya bisa memaklumi. Mungkin kalau kabupaten mereka memiliki klub sepakbola yang bertaraf nasional kejadian seperti itu tidak akan terjadi karena mereka akan “sehati” dalam mendukung klub sepakbola. Namun jika budaya permusuhan antar pendukung klub sepakbola itu terus dilestarikan, maka bukan hal yang mustahil anak-anak itu pun akan melakukannya dengan anak-anak pendukung klub sepakbola lain. Ini semua tidak jauh-jauh dari contoh orang-orang dewasa yang sudah melakukannya.

Lalu bagaimana dengan orang dewasa yang sering “berperang” sesama bangsanya dalam rangka menjunjung tinggi kehormatan klub sepakbola idola mereka? Tentunya mereka tidak mau disamakan dengan anak-anak kecil itu, namun apapun pendapat mereka tetaplah mereka seperti anak kecil itu.

Seingat saya, ketika saya masih kecil, pernah diajarkan di sekolah bahwa olahraga adalah pemersatu bangsa. Tapi kalau seperti sekarang yang terjadi, apakah ajaran itu adalah sekedar motto atau lebih tepatnya omong kosong belaka? Sepertinya iya. Lalu ini tanggung jawab siapa? Atau malah, apa perlu dipertanggungjawabkan?

0 komentar:

Posting Komentar