Ardhi Saja

Kamis, 01 Desember 2011

Tentang Ketakberdayaan Uang

Post views: counter
Berikut ini merupakan “kata mutiara” yang patut anda renungkan. Kata-kata mutiara tersebut saya peroleh di dinding salah seorang pengguna facebook.

Money can buy school, but not knowledge.
Money can buy a house, but not a home.
Money can buy a bed, but not sleep.
Money can buy a clock, but not time.
Money can buy a book, but not knowledge.
Money can buy position, but not respect.
Money can buy blood, but not life.
Money can buy medicine, but not health.
Money can buy insurance, but not safety
Money can buy position, but not wisdom.


Terkadang kita merasa bahwa jika kita telah dapat tembus (maksudnya lulus) ujian masuk PTN terkenal, maka kita akan dapat memperoleh ilmu yang berkualitas, dibandingkan jika kita mempelajarinya dari perguruan tinggi yang pamornya dibawah PTN terkenal tersebut. Anggapan tersebut menurut saya tidak bisa disalahkan atau dibenarkan sepenuhnya. Saya akan soroti anggapan yang telah disebutkan.

Menurut saya, sesungguhnya kampus hanya menyediakan fasilitas, baik itu berupa peralatan laboratorium, perpustakaan, internet, dll. Kesuksesan studi seorang mahasiswa lebih banyak, kalau tidak boleh dikatakan sepenuhnya, ditentukan oleh mahasiswa itu sendiri. Ilmu pengetahuan sesungguhnya tidak dapat dibeli oleh uang. Lain halnya akan lapar, dengan uang anda dapat membeli makanan sehingga akan hilang lah lapar itu. Tetapi kekosongan/kelaparan akan ilmu pada diri kita tidak dapat semata-mata terpenuhi dengan hanya membayar uang kuliah, membeli buku, memiliki fasilitas internet, dll.

Ilmu diperoleh dengan kemauan yang kuat dan usaha yang militan. Idealnya, ketiadaan buku, fasilitas internet, dll (yang dimiliki sendiri), tidak lantas menjadikan kita menyerah sehingga membiarkan kelaparan akan ilmu dalam diri kita. Memang mudah mengucapkan kalimat terakhir tapi saya pun masih merasa berat dalam pelaksanaannya. Tetapi saya rasa telah ada contoh orang-orang yang dapat mencapai keadaan ideal tersebut. Pada mereka dapat kita contoh untuk meningkatkan kualitas diri kita. Saya teringat akan sejarah hidup seorang ‘ulama kenamaan dari Yordania, yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu. Kecintaan beliau pada ilmu hadits mendorong beliau untuk tekun mempelajari hadits di Perpustakaan adh-Dhahiriyah, Damaskus. Di perpustakaan itu beliau banyak menghabiskan waktunya, sampai-sampai beliau menutup kios reparasi jam miliknya. Bahkan, kepala perpustakaan tersebut menyediakan ruangan khusus kepada beliau, termasuk mengijinkan untuk membawa kunci perpustakaan sehingga beliau dapat datang ke perpustakaan itu sebelum orang lain hadir. Ketekunan beliau telah menghasilkan ketinggian kualitas ilmu yang ada pada beliau sehingga beliau terkenal sebagai ‘ulama ahli hadits.

Bagi orang yang dapat memiliki fasilitas-fasilitas, seperti memiliki buku-buku, memiliki sambungan internet sendiri, dll, maka seharusnya mendapatkan motivasi yang lebih besar untuk dapat meraih ilmu. Kalau fasilitas sudah kita miliki, apalagi yang akan kita permasalahkan?Sesungguhnya yang kurang adalah aksi dari diri kita sendiri.

Terkadang kita bertanya kepada diri sendiri “Sebenarnya kenapa sih kok aku ga bisa memahami ilmu itu?” Menurut saya, kita perlu bertanya lagi pada diri kita sendiri “Apakah benar ilmu itu memang aku sukai?” Jika kita menyukai ilmu itu, maka apapun akan kita tempuh untuk mendapatkan ilmu itu. Jika ternyata sebenarnya kita tidak menyukai ilmu itu, maka menurut saya susah bagi kita untuk dapat memahami ilmu itu.

Perumpamaan bagi kalimat terakhir tersebut adalah bagaikan menempelkan kertas ke tembok dengan cara membasahi kertas itu dengan air lalu kita tempelkan ke tembok dinding. Begitu airnya kering, maka kertas akan terlepas dari dinding. Lalu bagaimana jika ternyata kondisi terakhir itulah yang kita alami?Menurut saya, kita perlu mendalami lagi tentang diri kita sehingga kita mengetahui apa bakat yang sebenarnya kita miliki. Tetapi jika anda memang merasa bahwa anda telah berada pada jalur yang tepat sesuai bakat anda, tetapi belum ada juga kecintaan diri anda terhadap ilmu tersebut, maka anda perlu datang kepada orang-orang yang mengerti betul tentang ilmu itu, yang luas penguasaan ilmunya. Kepada mereka anda dapat 'berharap' memperoleh gambaran tentang ilmu itu, motivasi-motivasi, dan kiat-kiat yang akan menumbuhkan benih-benih kecintaan akan ilmu tersebut. Jangan sampai anda salah mendatangi orang, yang anda kira ia memiliki pemahaman tentang ilmu itu, tetapi malah akan menjadikan anda memiliki pemahaman yang salah tentang ilmu tersebut. Mungkin dengan perantaraan orang tersebut anda menjadi suka akan ilmu itu, tetapi pemahaman yang anda dapat bisa jadi malah tidak tepat.

0 komentar:

Posting Komentar